Monday, July 26, 2010

Backpackers Berkualitas?

Semalam, saya mendapatkan email dari salah satu milis jalan-jalan yang saya ikuti. Topik emailnya sungguh menarik! Mengukur Traveling: Kualitas dan Kuantitas. Secara garis besar, isi email tersebut membahas tentang pandangan yang membuat saya semakin menyadari, bahwa tujuan seseorang melakukan suatu perjalanan (traveling) memang berbeda-beda, dan sangat dalam maknanya tergantung dari interpretasi masing-masing individu.

Dari sekian banyak balasan yang masuk merespon email tersebut, ada satu yang cukup ’menggelitik’ pemikiran saya. Kalimatnya kurang lebih seperti ini ”Jika banyak cerita menarik dan sangat berguna yang bisa kita sampaikan ke teman ataupun di blog, itulah kualitas. Jika banyak dokumentasi perjalanan yang anda bisa sharing di jejaring sosial itulah kuantitas.”

Saya jadi ingat, sekitar setahun yang lalu, saya sempat dihubungi oleh seorang teman yang sedang mengikuti program pertukaran pelajar di salah satu universitas di Korea Selatan. Dia meminta izin, buat menunjukan foto-foto perjalanan saya di facebook ke teman-temannya di sana. Sempet binggung juga sih, buat apa? Karena kalau dihitung-hitung, paling juga baru beberapa tempat di Indonesia yang pernah saya kunjungi, jangankan ke luar negeri, naik pesawat pun saya juga belum pernah.

Setelah diberi penjelasan, saya baru mengerti. Ternyata dia mau menunjukkan ini loh Indonesia, karena teman-temannya banyak yang penasaran. Tapi berhubung mereka tertarik dengan tempat-tempat yang cenderung jarang terjamah (maklum bule, suka yang ala ’petualang’ gitu katanya) jadilah foto-foto saya itu dijadikannya sebagai media promosi. Dan 3 bulan kemudian setelah program pertukaran pelajarnya selesai, dia berhasil mengajak 2 orang bule asal Ceko untuk datang ke Indonesia, menyusul sebulan berikutnya seorang bule asal Perancis.

Kejadian serupa juga pernah saya alami ketika teman saya (yang lain) sampai ’nekat’ menyebarkan link album foto-foto saya ke wall facebook teman-temannya asal Turki. Karena saking ’desperate’nya katanya dia meyakinkan teman-temannya tersebut kalau Indonesia memang benar-benar indah dan layak dikunjungi. Mereka keburu ’parno’ duluan melihat berita di televisi soal Indonesia (banyak kerusuhan dan teror bom), syukurlah ternyata usahanya tersebut cukup berhasil dan beberapa temannya itu janji akan datang ke Indonesia.

Sejak saat itu, saya jadi semakin suka dan sering meng-upload foto-foto di facebook setiap habis melakukan suatu perjalanan. Karena jujur, saya bukan tipe orang yang suka menulis (walau sekarang sudah mulai belajar menulis sih, hehe..), saya lebih senang bercerita ketika orang lain bertanya. Biasanya, mereka mulai banyak tanya setelah sebelumnya melihat foto-foto perjalanan yang saya upload tadi. Dan alhamdulillah, karena foto-foto itu pula saya jadi semakin punya banyak teman, bahkan ada beberapa yang akrab, dari awalnya memang hanya sekedar tanya-tanya di facebook. Pesan temen-temen sekarang pun setiap sebelum saya jalan biasanya adalah ”co, jangan lupa oleh-oleh fotonya yah!” hehe.. =D

Bagi saya, foto bisa ’berbicara’ segalanya. Dari foto, orang bisa tahu bahwa ternyata masih banyak loh tempat-tempat lain (khususnya di Indonesia) yang benar-benar indah. Dari foto pula, kata teman-teman, saya sebenarnya juga sudah ikut membantu mempromosikan pariwisata Indonesia. Saya nggak tahu yah, apakah saya termasuk ’tipe backpacker’ yang mementingkan kuantitas? Saya mendapatkan kepuasan dari perjalanan yang sudah saya lakukan, saya juga mendapatkan kepuasan karena foto-foto yang saya ’pamerkan’ ternyata juga bermanfaat. Terlebih, karena dari foto-foto tersebut akhirnya jadi banyak orang yang penasaran, pengen tahu dan kemudian membuktikannya sendiri.

Jadi bagaimana caranya kita mengukur kualitas backpacking seseorang? Saya sangat setuju dengan pernyataan si pengirim email bahwa mempertanyakan kuantitas dan kualitas backpacking seseorang adalah sangat personal. Menariknya, pembahasan ini juga pernah didiskusikan dalam salah satu perkuliahan saya di kampus, setelah sebelumnya ada postingan dari salah satu anggota di milis itu juga yang mempertanyakan tentang “Filosofi Seorang Backpacker”.

Dalam diskusi kuliah tersebut, seorang senior saya bertanya ”bagaimana menjadi seorang backpacker yang mapan?”
Teman saya ada yang menjawab ”bung, sebenernya definisi dari mapan disini apa dulu? apakah mapan dalam segi pengalaman atau materi? kalo materi sih udah jelas ya. haha. kalo mau menjadi backpacker mapan dari segi kualitas? hmm.. jawabannya mungkin dengan jam terbang aja ya, dan juga pelajaran-pelajaran setiap trip itu bisa diambil hikmahnya :D”
”mm..standar kualitas itu sendiri seperti apa bung? sampai bisa dibilang mapan?” tanyanya lagi.
Teman saya jawab “backpacker berkualitas menurut gue sih nggak ada standarnya ya. tiap orang bisa beda-beda. mungkin link ini bisa ngebantu dan ngasih contoh juga, betapa berbedanya backpacker berkualitas menurut orang-orang.” Sambil memberikan 2 buah link discussion board di salah satu group backpacker di facebook, yang pertama judulnya Rule Seorang Backpacker, dan yang kedua Persiapan Sebagai Backpackers Pemula.

Pada akhir diskusi, senior saya itu menyimpulkan (dan saya juga sepakat dengan pernyataannya), bahwa pada akhirnya seseorang yang akan melakukan perjalanan memang ditentukan oleh dirinya sendiri, baik keuangan, waktu, dan kondisinya. Konsep seperti itu kan sudah terjadi dari ada istilah ‘musafir’, ‘pengelana’, yang memuat nilai-nilai tertentu dalam perjalanannya. Jadi, apakah seseorang yang banyak sharing dokumentasi perjalanan di situs jejaring sosial memang backpacker yang hanya mengandalkan kuantitas? Atau kualitas seseorang backpacker memang ditentukan oleh cerita menarik dan sangat berguna yang bisa disampaikan ke teman-teman ataupun ditulis di blog? Entahlah..

Yang pasti bagi saya, mengutip pernyataan kawan saya pada diskusi soal filosofi seorang backpacker tadi “Backpacking is a way from ways of traveling. it has unique conditions, and these conditions are meant to be as it is. to put it simple: if you want to make driving license there will be 2 ways: easy way and hard way. they KNOW the SATISFACTIONS, they KNOW what they RECEIVE and what they MISS IF they CHOOSE either one. Backpacking is the latter. backpackers like us always wants it all: to experience all the details and still have the satisfaction after what we've been through.” -Fajar Ajie Setiawan-

So, Keep Happy Traveling!! =D

PS: diskusi lengkap perkuliahan saya dapat dilihat di group Bandung School dengan judul FMHI: Backpacker’s Philosophy.
Saya minta maaf kalau misalnya ada beberapa pihak yang merasa tersinggung atau keberatan dengan postingan saya ini, tulisan ini hanya sekedar sharing pemikiran saya yang (mungkin karena telalu panjang kali yah? hehe..) sayangnya tidak diposting dalam reply email tersebut, terima kasih.

----------------------------------------
Update (27/7):
ternyata sudah diposting! waduh..
saya jadi nggak enak dan nggak nyangka juga soalnya selain 'kepanjangan', postingan saya di milis tersebut tata bahasanya masih kacau dan belum diedit, hehehe..

tapi terima kasih untuk mba Ambar yang sudah merespon dan membuat diskusi menarik tersebut, sehingga membuka wawasan saya lebih luas, salam ransel! =D

No comments: