Wednesday, July 28, 2010

Choose A Life Of No Regrets!

Tepukan tangan nyokap di kaki segera membangunkan saya pagi ini. Jam 4 pagi, yup! malam sebelumnya saya memang sudah berjanji akan mengantarkan nyokap berbelanja untuk keperluan warung bakso di pasar Palmerah. Tidak seperti biasanya, entah kenapa pagi ini saya bisa menepati janji tersebut. Sering memang nyokap meminta saya mengantarkan beliau untuk berbelanja di pasar, dan saya pun meng-iya-kan. Tapi karena memang dasar saya susah bangun pagi, apalagi kalau tidak ada bokap (seperti hari ini, beliau sedang dinas di Surabaya), dinginnya udara dan empuknya bantal-guling selalu bisa membuat saya malas untuk beranjak dari tempat tidur.

Dengan kecepatan sedang, saya membonceng nyokap menembus dinginnya pagi yang sempat gerimis. Suasana jalan yang masih sangat sepi, dan deretan toko-toko di sepanjang jalan yang masih pada tutup, membuat saya merasa agak bersalah karena selama ini telah membiarkan beliau berjalan beberapa kilometer dari rumah sampai Pertigaan Rawa Belong, bahkan terkadang hingga ke Kemandoran sambil menunggu angkot yang lewat.

Setelah mengantarkan nyokap, saya langsung kembali ke rumah. Karena beliau bilang butuh waktu lama bagi dirinya untuk berbelanja, dan kasihan adik saya di rumah sendirian tidak ada yang membangunkan dan membuatkannya sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Sampai di rumah, semua pesan nyokap tadi saya jalankan, dan kemudian kembali ke rutunitas pagi saya: duduk di depan tivi sambil internetan nggak jelas ditemani secangkir hangat Indocafe Coffeemix! hehehe.. =P

”Satu per satu orang mulai lulus.. lalu kapan saya menyusul?” Sebuah status di facebook saya lihat milik teman yang kembali mengingatkan saya pada pola pikir yang sama beberapa waktu lalu, bahkan terkadang masih sampai sekarang. Kejadian ketika nyokap dan bokap saya mempertanyakan soal urusan kuliah dan rencana masa depan (baca postingan saya berjudul Metamorph 1 dan 2), mungkin menjadi titik balik dimana pada akhirnya saya berfikir kembali setiap mendapatkan pertanyaan serupa seperti teman saya tersebut: ”Harus ya pertanyaan ini terulang terus menerus, khususnya setiap gue ngeliat teman teman gue yang baru aja lulus?" Bagus memang, buat penambah semangat (pastinya itu) tapi tidak jarang juga justru saya malah terjebak pada situasi yang 'menekan batin' dan membuat saya 'memaksakan' diri sendiri, hingga berujung pada 'over confident' dan kemudian 'stress' khususnya ketika saya 'mentok' mengerjakan skripsi di tengah jalan.

Entahlah, saya merasa saya bukanlah tergolong orang yang ‘pesimistis’. Tidak sedikit teman saya yang menyebut saya seorang ’gambler’, bahkan saking optimistik-nya terkadang pula mereka menganggap saya sebagai ’tukang mimpi’. Salah satu kejadian (walau memang beda kasus) yang membuat saya merasa dan (mungkin) teman-teman saya juga menganggap demikian contohnya Symphonesia.

Symphonesia menjadi salah satu titik awal yang membuat saya semakin yakin dan terus percaya untuk mewujudkan ’mimpi’. Saya ingat sekali, pada saat awal mengajukan konsep, banyak sekali teman-teman, pengurus himpunan, hingga dosen-dosen di jurusan yang tidak yakin kalau acara ini bisa terlaksana. Maklum saja, skalanya memang besar dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pandangan pesimistik hingga ucapan yang cukup sinis seperti “jangankan surplus, untuk bisa balik modal aja salut!” bahkan sempat terlontar dari beberapa teman saya. Tapi, berkat doa dan usaha serta kerja keras dari teman-teman pula, acara ini akhirnya bisa berlangsung dengan sukses baik dari segi pelaksanaan maupun finansial.

Saya meyakini bahwa hidup itu merupakan serangkaian kisah tentang pilihan-pilihan. Pilihan kita terhadap suatu hal, pastinya mengorbankan hal lain yang tidak kita pilih. Berbekal prinsip itulah, kenapa saya menjadi seorang yang optimistik (bahkan terkadang oportunistik). Karena setiap pilihan yang akan saya ambil, pastinya harus didukung dulu oleh perhitungan-perhitungan yang matang sebelumnya, meskipun tidak menutup kemungkinan terkadang hitungan tersebut kurang meyakinkan, dan saya jadi sedikit peragu.

Setiap orang punya jalannya masing masing, bukannya bermaksud menyepelekan atau bagaimana, tapi toh dengan lulus cepat juga tidak menjamin masa depan kita cerah atau langsung dapat pekerjaan kan? Iya, memang akan ada perasaan 'lega' dan sudah 'tidak terbebani' lagi khususnya dari orang tua, lingkungan sekitar dan lain lain. Tapi selama kita tetap berusaha dan memberikan yang terbaik (tanpa harus 'over push' ke diri sendiri), saya yakin jalan menuju sukses tetap akan terbuka lebar, kapan pun waktunya itu.

Optimis itu perlu, semangat apalagi! Tapi jangan sampai kita ‘over confident’ hingga akhirnya ‘over push’ ke diri sendiri, yang ada malah bisa bikin stress dan capek sendiri nantinya. Ada niat, ada rencana dan ada usaha, pasti ada jalan! Keep believe in your dreams and do the best! Saya yakin setiap orang punya jalannya masing masing menuju sukses, it's all about choice! Dan pastikan perhitungan yang matang sebelum menentukan pilihan tersebut, supaya tidak menyesal juga. Seperti kutipan judul blog teman saya yang saya jadikan pula judul postingan ini: Choose a Life of No Regrets!

PS: It's not about 'When?' It's all about 'Why?' SEMANGAT!! =D

No comments: